Home » , , , , , , , » Akankah, TPS Legoknangka dijadikan Tempat Wisata, Atau . . . . . . ???

Akankah, TPS Legoknangka dijadikan Tempat Wisata, Atau . . . . . . ???

Written By Unknown on Rabu, 29 Januari 2014 | 15.59



NAGREG (GM)
 - Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Legoknangka di Kec. Nagreg, Kab. Bandung hingga saat ini belum dioperasikan. Akan tetapi, kehadiran tempat pembuangan sampah tersebut dikeluhkan sejumlah warga di Desa Ciherang dan Desa Nagreg Kendan. Warga di dua desa tersebut merasa tidak puas terhadap Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, yang tak juga merealisasikan janji-janjinya.

"Sebelum proyek pembangunan tempat pembuangan sampah dimulai, Pemprov Jabar melalui Dinas Permukiman dan Perumahan sempat menjanjikan perbaikan sarana dan prasarana, seperti pembenahan jalan dan lingkungan. Namun janji tersebut hingga saat ini tidak pernah ditepati. Maka jangan heran jika warga merasa kecewa," tutur Kepala Desa Ciherang, Yunus Saputra, Rabu (29/1).

Janji pemerintah untuk membenahi infrastruktur berkaitan dengan pembangunan TPST Legoknangka yang belum juga ditepati, mengakibatkan kawasan Warungbir di Desa Ciherang senantiasa dilanda banjir bercampur lumpur. Padahal, sebelum TPST dibangun, kawasan itu tidak pernah dilanda banjir.

"Warga sama sekali tidak menolak keberadaan TPST Legoknangka. Bahkan mereka sangat mendukung. Sebab, tempat pembuangan sampah itu dibangun untuk kepentingan orang banyak. Namun sebaiknya pemerintah merealisaikan janjinya agar warga yang terkena imbasnya tidak kecewa," katanya.

Dampak lain, lanjutnya, hilangnya daerah resapan pasca pembangunan jalan beton menuju tempat pembuangan sampah, di mana air hujan tidak tertampung lagi. Luapan air sepenuhnya tertuju ke Kali Cinagreg. Dampaknya, dua rumah yang berada di bantaran sungai tersebut terancam. Tebing sungai mengalami abrasi sehingga dua rumah itu nyaris terbawa longsor.

"Dulu, aliran Sungai Cinagreg tidak pernah meluap. Pada musim hujan seperti sekarang ini, debit airnya mengalami peningkatan. Lama-lama tekanan air mengikis tebing sungai sehingga menimbulkan abrasi dan mengancam dua rumah warga. Agar kedua rumah itu tidak terbawa longsor, kami melakukan pemasangan tembok penahan tanah (TPT)," tukasnya. 

Cemburu sosial

Keluhan serupa dilontarkan tokoh masyarakat setempat, Wahya (66). Menurutnya, janji pemerintah itu hanya direalissikan pada Desa Simpen, Kec. Limbangan, Kab. Garut. Sedangkan janjinya pada warga Desa Ciherang sama sekali tidak dipenuhi. Hal itu memicu timbulnya rasa cemburu sosial.

"Kontribusi dan kompensasinya pemerintah terhadap warga Desa Ciherang sama sekali tidak terwujud. Sedangkan ke Desa Simpen, Kec. Limbangan ada. Makanya kami jadi iri karena merasa dianak tirikan," ucapnya.

Lebih jauh Wahya mengataan, debit air yang turun dari kawasan TPST Legoknangka selama musim penghujan juga mengancam areal persawahan warga seluas 700 meter persegi yang berada di dua RW di kawasan Jalan Cagak. Jika tidak segera ditanggulangi, areal persawahan itu akan longsor sehingga para petani akan menderita kerugian yang tidak sedikit. 

Hal lain yang perlu diperhatikan menurut Wahya, hingga sejauh ini belum ada kejelasan terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)-nya. Tidak seorang pun warga sekitar yang terkena dampak merasa diminta untuk menandatangani berkas. Oleh karena itu, masyarakat merasa khawatir, dibangunnya TPST akan mencemari mata air yang ada di kawasan itu.

Saat ini, di Desa Ciherang terdapat 8 mata air. Kedelapan mata air itu berada di Kampung Cinagreg, Lebakcandra, Sukamanah, Durung Kaler dan Durung Kidul, serta Kampung Ciherang. Air tersebut tidak hanya dimanfaatkan warga setempat, melainkan juga digunakan kebutuhan warga Kampung Simpen dan Ciaro.

Sumber : 
http://www.klik-galamedia.com/warga-merasa-dianaktirikan
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Creating Website | Nagreg | Mas Template | Nagreg
| Copyright © 2016. Nagreg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger